Minggu, 06 Desember 2009
Kerdil Jenaka Tertawa di Sofa
Bertinggi tinggi mahkota berduduk 
Berkaya kaya waktu dan ruang
Serta tidur bertilam uang
Makan tak lebih sepiring tak kenyang
Dengan lauk warna warni bertahta daging sapi
Berkilo kilo lemak mengumpat di tubuh
Rasanya air mata pun menjadi mampet
Ingin keluar tersumbat kepuasan
Berton ton gandum bersliweran
Di mana semua berhamburan
Bebas rasa hati iri tak pernah mati
Ada yang hidup di apartemen
Berkalung mutiara asli bunaken
Ada yang duduk di sofa berlapis sutera
Memandang panorama dengan khusuknya
Bersama bir dan selir selir pengundang birahi
Rasanya
Kita tak sadar
Bahwa kerdil ternyata adalah kita
Bahwa tak ada yang mampu sesumbar
Bahwa hidup ternyata penuh air mata
Bahwa air mata tak butuh harta
Bahwa hati lepas dari nafsunya
Bila suatu hari cobaan menimpa
Air mata berubah lautan duka
Dan kita adalah kerdil jenaka
Yang bermukim di negeri Kuasa
Berkaya kaya waktu dan ruang
Serta tidur bertilam uang
Makan tak lebih sepiring tak kenyang
Dengan lauk warna warni bertahta daging sapi
Berkilo kilo lemak mengumpat di tubuh
Rasanya air mata pun menjadi mampet
Ingin keluar tersumbat kepuasan
Berton ton gandum bersliweran
Di mana semua berhamburan
Bebas rasa hati iri tak pernah mati
Ada yang hidup di apartemen
Berkalung mutiara asli bunaken
Ada yang duduk di sofa berlapis sutera
Memandang panorama dengan khusuknya
Bersama bir dan selir selir pengundang birahi
Rasanya
Kita tak sadar
Bahwa kerdil ternyata adalah kita
Bahwa tak ada yang mampu sesumbar
Bahwa hidup ternyata penuh air mata
Bahwa air mata tak butuh harta
Bahwa hati lepas dari nafsunya
Bila suatu hari cobaan menimpa
Air mata berubah lautan duka
Dan kita adalah kerdil jenaka
Yang bermukim di negeri Kuasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar